Langit gelap, matahari seakan tertimbun awan, unggas-unggas laut terbang ketakutan, dan penduduk gampong berlari-lari dengan wajah pucat. Aku berdiri dari tempat dudukku dan menatap ke jalan besar, penduduk desa berlari ketakutan sambil berteriak “Ie...ie...ie...”.
Air? Dari mana? tanyaku dalam hati. sekian detik kemudian aku melihat gulungan air berwarna hitam pekat yang tingginya lebih dari 5 meter sedang mengejar penduduk desa. Tubuhku gemetar ketakutan. “Apa ini ?” tanyaku sendiri.
Dan belum diriku sendiri sempat menjawab, gulungan air di hadapan menari dengan binalnya, aku berlari untuk menghindari air yang sedang bergulung-gulung, melibas apapun yang ada di hadapannya. Aku merasakan nafas sudah di ujung mulut, tidak lagi sanggup menghirup nafas lagi. Jantungku berdegup hebat, aku merasakan kematian sedang merambat pelan. Air bah hitam pekat itu mendekat, penduduk desa yang tadi kulihat berlari sudah tertelan, kini giliranku.
Aku sudah tak sanggup, pasrah sudah jika harus di telan dan mati di detik ini juga.
“Arghhh....,” suaraku tertelan sendiri.
Air? Dari mana? tanyaku dalam hati. sekian detik kemudian aku melihat gulungan air berwarna hitam pekat yang tingginya lebih dari 5 meter sedang mengejar penduduk desa. Tubuhku gemetar ketakutan. “Apa ini ?” tanyaku sendiri.
Dan belum diriku sendiri sempat menjawab, gulungan air di hadapan menari dengan binalnya, aku berlari untuk menghindari air yang sedang bergulung-gulung, melibas apapun yang ada di hadapannya. Aku merasakan nafas sudah di ujung mulut, tidak lagi sanggup menghirup nafas lagi. Jantungku berdegup hebat, aku merasakan kematian sedang merambat pelan. Air bah hitam pekat itu mendekat, penduduk desa yang tadi kulihat berlari sudah tertelan, kini giliranku.
Aku sudah tak sanggup, pasrah sudah jika harus di telan dan mati di detik ini juga.
“Arghhh....,” suaraku tertelan sendiri.